Hello Panda

Sabtu, 23 Maret 2013

Kelompok 4


A.      PENGERTIAN POLA ALIH TUTUR
Pergantian tutur berkenaan dengan pergantian peran penutur dan mitra tutur. Sebuah percakapan ditandai dengan adanya perubahan peran dari penutur menjadi mitra tutur atau sebaliknya. Peristiwa pergantian peran tersebut dinamakan peristiwa alih tutur atau pola alih tutur.
Pola alih tutur berkaitan dengan cara mengambil giliran bicara. Hal tersebut dikarenakan, jika menggunakan cara mengambil giliran bicara dengan baik, pola alih tutur akan berjalan dengan baik pula sehingga percakapan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

B.       UNSUR-UNSUR WACANA PERCAKAPAN
Unsur-unsur wacana percakapan yang dibahas di sini adalah giliran tutur, pasangan berdekatan, saluran belakang, interupsi, dan hak berbicara.
1.         Giliran Tutur
Giliran tutur dalam suatu percakapan sangat penting. Ismari (1995: 17) mengemukakan bahwa giliran tutur merupakan syarat percakapan yang dapat menimbulkan pergantian peran peserta. Giliran tutur dapat mengefektifkan informasi dari penutur yang diberikan pada mitra tutur. Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, guru dapat mengajarkan siswa cara mengambil alih giliran bicara dan memberikan giliran bicara.
Giliran tutur di dalam kelas dapat menggunakan kaidah-kaidah alih tutur, yakni (a) jika pada saat tertentu telah ditentukan teknik alih tutur dengan menunjuk penutur berikutnya, penutur yang ditunjuk mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil alih giliran tutur tersebut, (b) jika alih tutur tidak dibentuk dengan menentukan penutur berikutnya, kelompok yang mengadakan percakapan dapat memilih sendiri penutur berikutnya, dan (c) jika alih tutur tidak dilakukan dengan menunjuk penutur berikutnya, penutur terdahulu dapat melanjutkan tuturannya.

2.         Pasangan Berdekatan
Menurut Cook (dalam Rani, 2004: 205), pasangan ujaran terdekat itu terjadi apabila ujaran seseorang dapat membuat atau memunculkan suatu ujaran lain sebagai tanggapan. Pasangan terdekat itu terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran kedua. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran pertama. Richard dan Schmidt (dalam Rani, 2004: 207) mendeskripsikan beberapa kemungkinan pasangan ujaran tersebut. Berikut adalah pembagian dan contoh pasangan ujaran terdekat.
a.         Salam-salam
Riah          : “Assalamu’alaikum.”
Halimah    : “Wa’alaikumsalam.”
b.        Panggilan-jawaban
Rumi        : “Janah!”
Janah        : “Ya. Ada apa?”
c.         Tanya-jawab
Okta         : “Hari ini kau ke kampus?”
Ani           : “Tidak. Badanku tidak enak.”
d.        Salam pisah-salam jalan
Ida            : “Selamat berpisah.”
Desi          : “Selamat jalan.”
e.         Menuduh-mengakui, mengingkari, membenarkan, memaafkan diri, dan menantang.
Rusma      : “Kau tidak cuci piring hari ini, ya!”
Nuri          : “Iya. Maaf ya.” (mengakui)
Nuri          : “Semua sudah kuselesaikan siang tadi.” (mengingkari)
Nuri          : “Aku capek banget hari ini.” (membenarkan)
Nuri          : “Seharusnya kan itu tugasmu.” (memaafkan diri)
Nuri          : “Kalau iya terus kau mau menghukumku?” (menantang)
f.         Menawari-menerima dan menolak
Gani         : “Ikut ke kantin?”
Ha Em      : “Aku juga sudah lapar.” (menerima)
Ha Em      : “Aku baru saja dari sana.” (menolak)
g.        Memohon- mengabulkan, menangguhkan, menolak, dan menantang
Nurul        : “Maukah kau temani aku ke toko buku sekarang?”
Adah        : “Baiklah.” (mengabulkan)
Adah        : “Tapi aku mau mandi dulu.” (menangguhkan)
Adah        : “Tidak bisa. Aku sudah janji kerja kelompok hari ini.” (menolak)
Adah        : “Kenapa kau terus merepotkanku?” (menantang)
h.        Pujian-menerima, menyetujui, menolak, menggeser, dan mengembalikan.
Mia           : “Kau terlihat cantik dengan kerudung itu.”
Herna       : “Makasih ya.” (menerima)
Herna       : “Aku juga merasa seperti itu.” (menyetujui)
Herna       : “Tidak juga. Aku masih belajar berkerudung.” (menolak)
Herna       : “Aku membelinya di pasar tungging kemarin.” (menggeser)
Herna       : “Kau juga terlihat cantik dengan gaya kerudung itu.” (mengembalikan)

3.         Saluran Belakang
Sebuah percakapan tentu memiliki giliran tutur agar percakapan tersebut bersifat efektif. Dalam giliran yang lebih luas, para penutur mengharapkan mitra tutur mereka menunjukkan suatu hal sebagai tanda bahwa mitra tutur menyimak pembicaraan penutur. Ada banyak cara berbeda untuk melakukan hal ini, termasuk menganggukkan kepala, tersenyum, ekspresi-ekspresi wajah, dan berbagai gerakan anggota tubuh lainnya. Indikasi-indikasi vokal yang paling umum dalam hal tersebut disebut sinyal-sinyal saluran belakang (backchannel) atau saluran belakang. Contoh:
Rumi   : “Kemarin kan kita sudah mempelajari tentang jenis-jenis makna.”
Janah   : “Uh-uh.”
Rumi   : “Kan ada makna referensial dan non-referensial.”
Janah   : “Ya (menganggukkan kepala).
Rumi   : “Nah, tugas minggu depan kita disuruh memberikan perbedaan dari kedua makna itu.”
Janah   : “Mmm. Iya (tersenyum).”
Percakapan antara Rumi dan Janah mengandung sinyal-sinyal dari Janah sebagai mitra tutur. Sinyal-sinyal yang diberikan Janah (uh-uh, ya, mmm, iya) dinamakan saluran belakang. Hal tersebut termasuk umpan balik yang dia berikan kepada Rumi sehingga Rumi merasa pesan yang dia berikan diterima oleh Janah. Sinyal-sinyal tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur mengikuti dan tidak keberatan tentang hal yang dikatakan oleh penutur.

4.         Interupsi
Interupsi adalah mengambil alih giliran berbicara karena penutur yang akan mengambil alih giliran bicara merasa bahwa pesan yang perlu disampaikan oleh penutur sebelumnya sudah cukup sehingga giliran bicara diambil alih oleh penutur selanjutnya. Interupsi juga didefinisikan sebagai tindakan yang memotong pembicaraan orang lain. Interupsi dianggap merusak komunikasi karena dilakukan secara sepihak. Seseorang yang melakukan interupsi secara langsung telah memotong pembicaraan orang lain. Contoh:
Riah       : “Kemarin saya berjalan melewati taman kota menuju jalan A. Yani ingin pulang. Kemudian tanpa ….”
Halimah       : “Maaf, saya interupsi. Bukankah rumah Anda di jalan Hasan Basry?”
Riah             : “Itu rumah kakak saya.”

5.         Hak Berbicara
Hak berbicara atau Transition Relevance Place (TRP) merupakan tempat terjadinya perubahan giliran yang mungkin terjadi. Hak berbicara bagi penutur secara langsung dapat diberikan untuk penutur lainnya atau menurut pilihannya atau secara tidak langsung juru bicara dapat melemparkannya pada siapa saja saat pembicaraannya sedang hangat. Peserta tutur dapat ikut serta dalam pertuturan secara langsung dan mengambil alih tuturan tetapi tidak semua peserta tutur dapat mengambil alih tuturan atau memotong tuturan. Oleh karena itu, terdapat giliran tutur yang akan memandu pada tuturan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Rani, Abdul, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2004. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia Publishing.
Yule, George. 2006. Pragmatik. (Jumadi, Penerjemah). Banjarmasin: PBS FKIP Universitas Lambung Mangkurat.

8 komentar:

  1. Hayatul Mursyida
    NIM A1B110212

    Dari hasil postingan saudara Nurul saya sudah cukup memahami apa yang telah dipaparkan. Hanya saja saya ingin mengajak saudara Nurul atau kawan2 yang lainnya untuk melihat suatu perdebatan antara Farhat Abbas Vs Anton Medan yang ditayangkan di TV One dan bisa kalian lihat di Youtube. nah di sana banyak sekali Pola Alih Tuturnya. Hehehe... selamat menyaksikan :)

    BalasHapus
  2. KUSNIATI ANDRIANI
    NIM A1B110215

    Menganggapi materi Saudari Nurul, setelah membaca pembahasan dari Anda menurut saya alih tutur ini merupakan percakapan antara penutur dan mitra tutur yang bergantian atau gantian dalam menuturkan sesuatu.

    Materi yang saudara paparkan sudah jelas tapi ada poin dari unsur-unsur wacana percakapan yaitu giliran tutur dan hak berbicara tidak ada contohnya kalau poin tersebut ada contohnya saya minta Anda memaparkan kembali contohnya makasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari penjelasan giliran tutur dan hak berbicara di atas, saya akan memberikan contoh dari materi tersebut. Contoh di bawah ini terjadi pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas.
      Riah : Jadi, simpulan dari presentasi kelompok kami adalah keterampilan bahasa terbagi menjadi empat, yakni keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Meski keterampilan-keterampilan tersebut memiliki proses yang berbeda dan bertahap tetapi dalam praktiknya saling berhubungan satu dengan yang lain. Sekian dan terima kasih.
      Guru : Ya. mari kita beri tepuk tangan untuk kelompok 4 yang telah menjelaskan materi tentang keterampilan bahasa. Sekarang apakah ada yang kurang mengerti dengan penjelasan tadi? Atau ada yang ingin memberikan tanggapan? Silakan.
      Rumi : (menunjuk jari).
      Guru : Iya, silakan kepada Rumi.
      Rumi : Saya hanya ingin memberikan tambahan sedikit. Keterampilan menyimak dan membaca bersifat menerima (reseptif) sedangkan keterampilan berbicara dan menulis bersifat mengemukakan atau mengeluarkan (produktif). Terima kasih.
      Guru : Bagus sekali tambahan dari Rumi. Berikan tepuk tangan!
      Percakapan di atas memiliki giliran tutur yang berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan, tuturan Riah, tuturan guru, dan tuturan Rumi dapat dipahami maksudnya. Percakapan guru di atas termasuk cara memberikan giliran tutur, yakni dengan memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya atau memberikan tanggapan. Sedangkan tindakan (menunjuk jari) atau percakapan dari Rumi termasuk mengambil giliran tutur karena guru memberikan giliran bicara secara umum.
      Dari contoh tersebut Rumi mendapatkan hak berbicara karena dia menunjuk jari sebagai cara mengambil giliran tutur. Kemudian guru mempersilakan Rumi untuk memberikan pertanyaan atau tanggapan yang secara langsung Rumi mendapat hak untuk mengungkapkan pendapatnya. Hak tersebut yang dimaksud hak berbicara. ^.^

      Hapus
  3. Abdul Gani
    A1B108256

    Tanggapan setelah saya membaca tentang pola alih tutur dan unsur-unsur wacana percakapan adalah agar kita dapat berkomunikasi dengan baik, lancar, dan mencapai tujuan dari apa yang kita komunikasikan kita harus memperhatikan pola dan unsur wacana percakapan. karena dengan memperhatikan bagaimana penutur berbicara dan bagaimana isyarat yang diberikannya kita dapat memahami dengan baik apa yang ia sampaikan, sehingga kita dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan yang diinginkan penutur/lawan bicara kita. kalau kita asal-asalan saja berbicara/memutus pembicaraan orang lain kita pasti di anggap tidak santun dalam memberikan tanggapan terhadap lawan bicara kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapan Abdul Gani. Saya setuju dengan pendapatnya. Adanya pola alih tutur dan unsur-unsur wacana memiliki tujuan masing-masing. Secara umum, tujuan tersebut dimaksudkan agar suatu informasi dapat diberikan atau diterima dengan efektif sehingga mudah untuk dipahami.
      ^.^

      Hapus
  4. terima kasih mbak. artikel ini sengat berguna bagi saya dalam menelaah pragmatism. mohon izin buat nyedot ilmunya

    BalasHapus
  5. sangat bagus artikelnya kak...
    saya tertarik dengan judul artikel anda.. saya boleh minta gmailnya.. terima kasih

    BalasHapus